Showing posts with label kasus. Show all posts
Showing posts with label kasus. Show all posts

Kejanggalan Kasus Raffi Ahmad di Mata Kuasa Hukum

Friday, December 16, 2016

Kasus yang melibatkan Raffi Ahmad dinilai ada kejanggalan. Makanya, Hotma Sitompul bersikeras membela presenter kondang itu, dengan menyebutnya bukan pengguna narkoba sejak ditunjuk menjadi kuasa hukumnya.

"Ada yang janggal. Itu sebabnya mati-matian kami bilang bukan pecandu dan tidak menggunakan," tegas Hotma, Selasa, (19/2/2013), dalam jumpa pers di kantornya, di kawasan Jakarta Pusat.

Hotma kemudian menuturkan bahwa zat metilon yang ditemukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) sama sekali belum diatur dalam Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena itu, metilon belum bisa dikategorikan sebagai narkotika
"Enggak ada ditulis. Jangan bilang turunan dong," sesalnya.

Hotma juga sangat menyesalkan upaya BNN yang menindahkan kliennya ke pusat rehabilitasi di kawasan Lido, Bogor, Jawa Barat. Padahal, Raffi telah menolak upaya itu, karena bukan seorang pecandu narkoba. Apalagi, sebelumnya ia tidak diberitahu terkait pemindahan tersebut.

Kejanggalan lain yang ditemuinya yakni, setelah BNN melakukan penggerebekan dan penggeledahan di kediaman Raffi pada 27 Januari 2013. Saat itu, BNN melalui juru bicaranya langsung menyebut nama Raffi Ahmad. Sementara, orang lain yang ikut diamankan hanya disebut inisialnya.

"Kenapa nama lain inisial, nama Raffi keluar malam itu juga, orang yang ditangkap saat pengerebakan malam itu," ucapnya.
Pengacara kondang itu, kemudian mengomentari petugas BNN saat mengamankan barang bukti dari lokasi penggerebekan.
"Telapak tangan siapa yang ada di ganja itu? Masa ambil barang bukti dengan tangan kosong? Kalau menemukan barang butki, harusnya dipanggil ahli, kenapa dipegang langsung," Hotma.

"Saya percaya sama BNN, tapi kurang percaya dengan oknum-oknum yang bekerja pada kasus ini. Katanya tiga bulan ngubernya. Berapa duit negara habis karena kasus ini?" tandasnya.

sumber:
tribunnews, yahoo
Read More..

Kasus Prahara Keraton Surakarta

Monday, October 10, 2016

Keraton Surakarta Hadiningrat kembali dirundung prahara. Senin malam, gerbang Istana di Solo itu didobrak sejumlah orang. Tak tanggung-tanggung, sebuah Hardtop Land Cruiser ditabrakkan ke pintu gerbang Sasono Putro.

Tumbang dan pecahlah pintu gerbang itu. Warga merangsek masuk ke Istana itu. Mereka mengaku ingin mengetahui kondisi keluarga Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi, raja Keraton Kasunanan Surakarta yang mereka agungkan.

Tindakan anarkis itu dipicu pelantikan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan sebagai Maha Menteri oleh Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi di Sasono Narendro.

Pada siang sebelum kericuhan itu, Lembaga Dewan Adat yang dipimpin keturunan keraton Gusti Raden Ayu Koes Murtiyah membubarkan pelantikan tersebut. Dewan Adat tak rela jabatan itu diisi Tedjowulan.

Polres Kota Surakarta menyatakan saat ini kondisi di Keraton Surakarta telah kondusif. Polisi tengah menyelidiki kericuhan ini. Polisi menyatakan akan menindak unsur pidana kasus ini. Namun untuk masalah sengketa, polisi menyerahkan kisruh ini ke internal Keraton.

"Mereka dinilai melanggar adat, kita kembalikan internal keraton untuk diselesaikan secara kekeluargaan," kata Kapolresta Surakarta Kombes Polisi Asdjimain di Solo, Jawa Tengah, Selasa (27/8/2013).


Awal Mula Perpecahan


Prahara ini terjadi sejak 9 tahun lalu. Sejak Pakubuwono XII mangkat pada 11 Juni 2004. Sejak itu, muncullah dua raja. Kubu pertama di bawah Pakubuwono XIII Hangabehi yang berkedudukan di Keraton Kasunanan Surakarta. Sedangkan kubu ke dua dipimpin Pakubuwono XIII Tedjowulan dengan basis di Kota Barat, Solo.

Kedua kubu yang sama-sama keturunan Pakubuwono XII itu saling mengklaim sebagai pewaris Keraton yang sah. Data dari berbagai sumber menyebut Pakubuwono XII memiliki 6 selir. Semua selir itu tidak ada yang dipilih sebagai permaisuri, sehingga kedudukannya setara satu dengan yang lainnya.

Dari 6 selir itu, Pakubuwono XII dikaruniai 35 anak yang terdiri dari 15 putra dan 20 putri. Biasanya, pengganti raja adalah putra tertua dari permaisuri. Namun, sampai Pakubuwono XII wafat, tidak satu pun dari 6 selir itu yang ditunjuk sebagai permaisuri. Inilah mula prahara itu. Tak jelas siapa yang berhak duduk di singgasana Keraton Surakarta Hadiningrat.

Sejak 2004 itu, Pakubuwono XIII Hangabehi dan Pakubuwono XIII Tedjowulan saling klaim. Namun, perseteruan itu mulai reda sejak 2012. Pada 16 Mei 2012 silam, kedua raja yang sama-sama bergelar Pakubuwono XIII itu menggelar pertemuan empat mata di sebuah ruang khusus di lantai 2 Hotel Grand Mahakam, Jakarta.

Setelah pertemuan itu, keduanya sepakat mengeluarkan Maklumat Bersama untuk mengakhiri konflik. Tedjowulan yang memang lebih muda mengalah dari Hangabehi dengan melepas gelar Hamengkubuwono XIII yang disandangnya.

Namun, upaya itu tak membuat perseteruan di Keraton Surakarta Hadiningrat usai. Kesepakatan damai itu malah membuat Hangabehi dan Tedjowulan tak bisa masuk Keraton. Ironis memang, seorang raja tak bisa masuk ke Istana. Pada 24 Mei 2012, setelah perdamaian itu, keduanya ini dilarang masuk. Dewan Adat tidak menerima rekonsiliasi. Mereka tak mengakui dwi-tunggal ini dengan alasan Tedjowulan punya kesalahan besar.

Pada 15 Juni 2012, Tedjowulan akhirnya bisa masuk ke Keraton, menghadiri prosesi Tinggalan Jumenengan Dalem atau peringatan naik tahta Pakubuwono XIII Hangabehi. Namun, pada 4 Juni 2013 yang lalu, saat akan digelar acara yang sama, kembali terjadi ketegangan di Keraton Surakarta. Buntutnya, prosesi Jumenengan Dalem tidak dihadiri oleh Pakubuwono XIII Hangabehi maupun Tedjowulan.

sumber:
http://news.liputan6.com/read/676486/prahara-keraton-surakarta
Read More..